Sunday 30 January 2011

Latar Belakang Ullen Sentalu




Museum Ullen Sentalu mulai dirintis pada tahun 1994 dan diresmikan pada tanggal 1 Maret 1997, yang merupakan tanggal bersejarah bagi kota Yogyakarta. Peresmian museum dilakukan oleh KGPAA Paku Alam VIII, Gubernur DIY pada waktu itu. Secara kepemilikan, museum swasta ini diprakarsai keluarga Haryono dari Yogyakarta dan berada di bawah payung Yayasan Ulating Blencong dengan penasehat antara lain: I.S.K.S. Paku Buwono XII, KGPAA Paku Alam VIII, GBPH Poeger, GRAy Siti Nurul Kusumawardhani, Ibu Hartini Soekarno, serta KP. dr. Samuel Wedyadiningrat, Sp.(B). K.(Onk).


Museum Ullen Sentalu Terletak di kawasan wisata Kaliurang tepatnya di dalam Taman Kaswargan dengan luas tanah 11.990 m2. Secara filosofis, nama Kaswargan dipilih karena terletak di ketinggian lereng Gunung Merapi, di mana kultur masyarakat Jawa menganggap Gunung Merapi sebagai tempat sakral.
Taman Kaswargan berada dalam suatu “historical district”, yaitu kawasan bersejarah seperti Pesanggrahan Ngeksigondo dan Wisma Kaliurang. Pesanggrahan Ngeksigondo dibangun atas perintah Sultan Hamengku Buwono VII sebagai tempat peristirahatan keluarga Kasultanan Ngayogyakarta, sedang Wisma Kaliurang pernah digunakan untuk perundingan Komisi Tiga Negara, yaitu Amerika, Australia, dan Belgia pada masa revolusi kemerdekaan negara RI.
Kaliurang merupakan kawasan wisata gunung dengan jarak 25 km dari pusat kota Yogyakarta, sehingga merupakan tujuan wisata yang sangat menarik dan potensial. Selain itu, terletak pada jalur wisata strategis yang menghubungkan obyek wisata Candi Borobudur dan Candi Prambanan.


Dalam perkembangannya, Museum Ullen Sentalu berpijak pada paradigma baru yang cenderung memaknai warisan budaya berupa kisah atau peristiwa yang bersifat tak benda (intangible heritage). Kecenderungan ini berawal dari suatu kondisi dimana Dinasti Mataram Islam cenderung menghasilkan budaya yang sifatnya intangible dibanding warisan budaya tangible yang lebih pada kebendaan. Padahal intangible heritage yang mencakup semua ekspresi, pengetahuan, representasi, praktek, ketrampilan yang dikenali sebagai bagian warisan budaya lebih rentan untuk pudar dan punah, apalagi dengan perkembangan arus globalisasi yang semakin tak terelakkan.


Bertolak dari kondisi tersebut, maka Museum Ullen Sentalu berupaya mengembangkan paradigma baru sebagai suatu terobosan yaitu dengan pemilihan lokasi yang berada di daerah pegunungan (resort), dan bukan di downtown; tidak menempati bangunan cagar budaya, tapi bangunan baru pada landscape kosong; dikelola sebagai private corporation dan bukan state institution; bersifat eclectic (carefully selected) collection dan tidak mengandalkan jumlah koleksi massive; lebih banyak memaknai warisan budaya berupa kisah atau peristiwa yang bersifat tak benda (intangible heritage) dan tidak selalu mengandalkan warisan budaya kebendaan (tangible heritage); tidak semua koleksi terdiri dari artefak dan benda memorabilia tetapi sebagian terdiri dari ambiance kebudayaan materi masa kini; tidak menggunakan label pada koleksi yang dipamerkan tetapi mengandalkan tour guide; berifat movement dan bukan monument; sebagai a-muse-ment dan bukan muse-um dan saat ini tengah dikembangkan untuk menjadi living museum dan bukan “dead” museum.


Salah satu upaya Museum Ullen Sentalu dalam memvisualisasikan berbagai warisan intangible dari Dinasti Mataram adalah dengan memanfaatkan media interpretasi dalam bentuk Conceptual and Imaginary Narrative Paintings



Visi museum: Sebagai Jendela peradaban seni dan budaya Jawa
Misi : Mengumpulkan, mengkomunikasikan dan melestarikan warisan seni dan budaya Jawa yang terancam pudar guna menumbuhkan kebanggaan masyarakat pada kekayaan budaya Jawa sebagai jati diri bangsa



Profil per Ruang
Hingga saat ini Museum Ullen Sentalu sudah memiliki beberapa ruang, yaitu Ruang Selamat Datang, Ruang Seni Tari dan Gamelan, Guwa sela Giri, 5 ruang di Kampung Kambang, Koridor Retja Landa, serta Ruang Budaya.
a. Ruang Selamat Datang


Selain sebagai “Ruang Penyambutan tamu/pengunjung museum”, di bagian ruang ini juga terdapat banner latar belakang pendirian museum Ullen Sentalu serta arca Dewi Sri, simbol kesuburan.



b. Ruang Seni Tari dan Gamelan


ruang ini memamerkan seperangkat gamelan yang merupakan hibah dari salah seorang pangeran Kasultanan Yogyakarta dan pernah dipergunakan dalam pertunjukkan wayang orang dan pagelaran tari di kraton Yogyakarta.
Selain itu, di ruang ini juga terdapat beberapa lukisan tari.


c. Guwa Sela Giri.


Suatu ruang pamer yang dibangun di bawah tanah, karena menyesuaikan dengan kontur tanah yang tidak rata. Ruang ini berupa lorong panjang yang merupakan perpaduan Sumur Gumuling Taman Sari dan gaya Gothic. Arsitektur Guwa Sela Giri didominasi dengan penggunaan material bangunan dari batu Merapi.
Ruang ini memamerkan karya-karya lukis dokumentasi dari tokoh-tokoh yang mewakili figur 4 kraton Dinasti Mataram. Melalui karya-karya lukis dokumentasi para tokoh yang dikemas dalam karya fine arts serta didukung kelengkapan data sejarah yang berkaitan, maka suatu interaksi antara karya seni, pengungkapan data-data seni budaya dan sejarah dari suatu peradaban yang intangible dapat terkomunikasikan secara kaya dan bebas.
d. Kampung Kambang


Merupakan areal yang berdiri di atas kolam air dengan bangunan berupa ruang-ruang di atasnya. Konsep areal ini diambil dari konsep Bale Kambang dan konsep Labirin.
Kampung Kambang terdiri dari lima ruang pamer museum, yaitu: Ruang Syair untuk Tineke, Royal Room Ratoe Mas, Ruang Batik Vorstendlanden, Ruang Batik Pesisiran, dan Ruang Putri Dambaan.


- Ruang Syair untuk Tineke


Ruang yang menampilkan syair-syair yang diambil dari buku kecil GRAj Koes Sapariyam (putri Sunan PB XI, Surakarta) dan ditemukan di suatu ruang di dalam Kaputren Kasunanan Surakarta. Syair-syair itu ditulis dari tahun 1939-1947, oleh para kerabat dan teman-teman GRAj Koes Sapariyam yang akrab dipanggil Tineke sebagai puisi-puisi kenangan. Melalui syair-syair tersebut terungkap kemampuan intelektual dalam seni sastra para putri di balik tembok kraton.


- Royal Room Ratu Mas


Suatu ruang yang khusus dipersembahkan bagi Ratu Mas, permaisuri Sunan Paku Buwana X. Di ruang ini dipamerkan lukisan Ratu Mas, foto-foto beliau bersama Sunan serta putrinya, serta pernak-pernik kelengkapan beliau, seperti topi, kain batik, dodot pengantin, dodot putri, asesori, dll.



- Ruang Batik Vorstendlanden


Menampilkan koleksi batik dari era Sultan HB VII - Sultan HB VIII dari Kraton Yogyakarta serta Sunan PB X hingga Sunan PB XII dari Surakarta. Melalui koleksi tersebut terlihat suatu proses seni dan daya kreasi masyarakat Jawa dalam menuangkan filosofi yang dianutnya melalui corak motif batik. Perpaduan keindahan seni batik dan makna-makna filosofis yang dikandungnya menguak suatu warisan budaya intangible yang sangat kaya.


- Ruang Batik Pesisiran


Ruang ini melengkapi proses akulturasi budaya yang ada di Jawa. Dipamerkan kostum, yaitu keindahan bordir tangan dari kebaya-kebaya yang dikenakan kaum peranakan mulai jaman HB VII (1870-an) serta kain batik yang lebih kaya warna.


- Ruang Putri Dambaan


Ruang ini dikatakan sebagai album hidup GRAy Siti Nurul Kusumawardhani, putri tunggal Mangkunegara VII dengan permaisuri GKR Timur. Menampilkan dokumentasi foto pribadi dari masa kanak-kanak hingga pernikahannya (1921-1951). Melalui foto-foto tersebut tersaji muatan budaya yang bersifat intangible, seperti: ritual-ritual tahapan kehidupan seorang putri kraton beserta segala pernak-perniknya yang merupakan kekayaan warisan budaya Jawa. Ruang ini sangat istimewa karena terasa kedekatannya dengan Sang Tokoh, yang meresmikan sendiri Ruang Putri Dambaan tersebut pada ulang tahun ke-81 pada tahun 2002. Seperti ada ikatan batin antara tokoh dan Ruang Putri Dambaan karena album perjalanan hidup putri Mangkunegaran ini dititipkan secara pribadi dalam ruang tersebut di Museum Ullen Sentalu.


Gusti Nurul adalah putri Mangkunegaran yang memberi inspirasi para pangeran Mataram untuk tidak berpoligami. Beliau merupakan putri permaisuri yang gemar berkuda, yang tidak lazim pada era tersebut.
e. Koridor Retja Landa


Merupakan museum outdoor yang memamerkan arca-arca dewa-dewi dari abad VIII-IX M. pada masa itu berkembang agama dan budaya Hindu Budha, sehingga ada pemujaan pada dewa-dewa yang diwujudkan dalam bentuk penyembahan pada arca-arca dewa tertentu.


f. SASANA SEKAR BAWANA



Di ruang ini dipamerkan beberapa lukisan raja Mataram, lukisan serta patung dengan tata rias pengantin gaya Surakarta serta Yogyakarta.



Di akhir kunjungan semua tamu mendapat suguhan minuman spesial, resepnya merupakan warisan Gusti Kanjeng Ratoe Mas, putri Sultan HB VII yang disunting sebagai permaisuri Raja Surakarta, Sunan PB X. Konon, minuman ini memberi kesehatan dan awet muda.



g. Sarana Pendukung:


- Taman


Selain bangunan fisik, areal Taman Kaswargan didominasi oleh hutan alami dan bagian-bagian taman yang menonjolkan atmosfer pegunungan. Pada bagian-bagian tertentu terdapat patung-patung yang menjadi museum outdoor.
- Beukenhof Restaurant


Rancang bangun Taman Kaswargan sebagai obyek wisata budaya dan alam tak terelakkan harus dilengkapi dengan sarana pendukung lain, seperti restaurant. Restaurant Beukenhof diambil dari bahasa Belanda yang berarti bangunan yang dikelilingi pohon-pohon, seperti yang dapat pengunjung nikmati di restaurant dengan bangunan yang dirancang bergaya arsitektur kolonial .

Read more...

Yes!